Cari Blog Ini

Sabtu, 27 Agustus 2011

wahai jiwa yang tersakiti,merenung sejenak untuk diri

Gelapnya malam menyelimuti kesunyian hati...
Gelapnya hati dlm diri menutupi cahaya yg bersih..
Buramnya hati dalam kemelut jiwa...
Apa makna terdalam dari kata-kata yg terucap...
Semua kusam tak berarti indah dlm diri...

Wahai diri yg telah diberkahi oleh`Nya...
Merenunglah sejenak tuk diri`mu..
Berbuat baiklah sekejap tuk hati`mu..
Bermanis lembutlah tuk sikap diri`mu...

Jangan kau gelisah hanya karena seseorang yg mencampakkan`mu...
Jangan kau remuk hanya karena seseorang mengkhianati`mu..
Dan jangan kau gundah gulana saat dia menjauh dari`mu...

Siapapun dia.. darimanapun asalnya..
Hendak seperti apa maksudnya...
Biarlah... biarlah dia pergi tak meninggalkan kata manis pada`mu...
Ikhlaskan apa yg semestinya sudah menjadi qadar dan qadha`mu..

Wahai jiwa yang tersakiti..
Wahai hati yang sedang kusam..
Wahai diri yg tercampakkan...
Merenunglah sejenak tuk dirimu..
Bahwa kau lahir tidaklah sia-sia..
Kau hidup membawa misi dalam hidup`mu..
Kau dihidupkan ada maksud Allah disana...

Bahwa...
Kau hidup sudah dalam hitungan dan dalam kehendak`Nya..
Kau dihidupkan sudah dalam genggaman tangan`Nya..
Dan sudah dalam rotasi yg berporos dalam kekuasaan`Nya...

Coba merenunglah sejenak tuk dirimu..
Hidupmu akan lebih berwarna bila kau dekatkan kepada`Nya..
Hidupmu akan lebih indah bisa kau mencintai`Nya..
Hidupmu akan lebih berharga bila kau hadapkan wajahmu hanya kepada`Nya...

Kau tau kasih...
Bila kau jalankan itu semua, tak heran kemuliaan akan menyandang predikat`mu..
Status sholeh dan sholeha akan menghampiri`mu..
Derajat maqam`mu akan lebih berharga dari yg tak ada nilainya sezahrapun....
Dan kau tau kasih...
Allah pun akan mengangkat derajat bagi kaum`Nya yg selalu dlm jalur`Nya..
Allah akan lebih mencintai dari sejengkal kau berjalan..

Wahai jiwa yg terbohongi..
Yang terhina karena dihina oleh sesama`mu..
Yang tercampakkan karena khianat cintanya..
Yang tak tau semestinya berjalan kemana...

Saatnya kau berpaling darinya kepada`NYA..
Saatnya kau bersujud memohon ampunan kepada`Nya..
Saatnya hatimu kembali ke fitrah sebagai makhluk`Nya...

Bersujudlah atas nama Tuhan`mu..
Berpasrah dirilah atas kehendak`Nya..
Dan ikhlaskanlah apa yg semestinya sudah terqadar dlm hidup`mu..

Wahai yg sedang merenung sejenak....
Iqro... Iqro... bacalah hatimu dgn lemah lembut...
Bacalah jiwa mu dgn kemesraan dzat`Nya..
Bacalah apa yg semestinya bisa melembutkan hatimu...
Karena dengan itu.. kau akan bisa memaknai hidup yg sesungguhnya..

Bahwa hidupmu tidaklah sia-sia..
Hidupmu semua penuh keberkahan,,
Hidupmu semua ada makna tersirat yg kau tidak ketahuinya..
Semua ada pelajaran`Nya.. ada hitungan`Nya.. ada neraca`Nya...

Bangkitlah dari rasa keterpurukan jiwa`mu...
Sudahi semua kisah sedihmu.., lalu...
Luruskanlah shaffmu kepada`Nya..
Sambutlah cahaya cinta`Nya yang hakiki...

Perlu kau pahami bahwa...
Cinta kpd manusia secara berlebih bisa membutakan mata~hati`mu..
Tapi cinta kepada Allah secara berlebih akan menajamkan mata~hati`mu..,
Mana yang akan kau pilih..,
Semua jawaban hanya hati`mu yg mengetahuinya.
Apapun jawaban itu hanya antara kau dan Tuhan`mu..

Merenunglah sejenak tuk diri`mu..
Mana yg berharga dari kedua yang kau cintai..
Mana yang mulia dari kedua yg ada dihadapan`mu..
Mana yang semestinya kau cintai..
Taukah kau bahwa....

Sucikanlah nama Tuhanmu Yang Paling Tinggi, Yang menciptakan, dan menyempurnakan (penciptaan-Nya), dan yang menentukan kadar (masing-masing) dan memberi petunjuk, dan yang menumbuhkan rumput-rumputan, lalu dijadikan-Nya rumput-rumput itu kering kehitam-hitaman. (QS. al-A'la (87) : 1-5)

Kami akan membacakan (Al Qur'an) kepadamu, maka kamu tidak akan lupa, kecuali kalau Allah menghendaki. Sesungguhnya Dia mengetahui yang terang dan yang tersembunyi. Dan Kami akan memberi kamu taufik kepada jalan yang mudah, oleh sebab itu berikanlah peringatan karena peringatan itu bermanfaat, orang yang takut (kepada Allah) akan mendapat pelajaran, orang-orang yang celaka (kafir) akan menjauhinya. (Yaitu) orang yang akan memasuki api yang besar (neraka). Kemudian dia tidak mati di dalamnya dan tidak (pula) hidup. (QS. al-A'la (87) : 6- 13)

Sesungguhnya beruntunglah orang yang membersihkan diri (dengan beriman), dan dia ingat nama Tuhannya, lalu dia shalat. Tetapi kamu (orang-orang kafir) memilih kehidupan duniawi. Sedang kehidupan akhirat adalah lebih baik dan lebih kekal. Sesungguhnya ini benar-benar terdapat dalam kitab-kitab yang dahulu, (yaitu) Kitab-kitab Ibrahim dan Musa. (QS. al-A'la (87) : 14-19)...

Merenunglah sejenak tuk diri`mu....
Mana yang berarti dalam memaknai hidup`mu..
Tanyakan pada diri`mu ...

||* Dalam setiap kondisi apapun kita hrs selalu mengingat~Nya. Dlm keadaan suka, duka, hampa, gersang maupun gundah gulana, ingatlah DIA. Krn Allah selalu hadir disetiap kondisi kita seperti apa. Bila Malaikat ingin memanggil ruh kita, Mk kita pun sudah siap dlm setiap kondisi apapun krn kita selalu mengingat~Nya. Alhamdulilah. Amin Wslm *||

~•ღ•~KITA TAAT ALLAH TAK UNTUNG KITA MA'SHIAT ALLAH TAK RUGI.~•ღ•

Assalamu alaikum wr wbt, saudaraku sahabat wa sahabiyat hati ♥ yang dirahmati ALLAH swt silahkan bantu teman lainnya untuk saling tag note dibawah ini. Mudah2an sekiranya dapat bermanfaat untuk kita semua insya ALLAH aamiin ALLAHumma aamiin ^_^

bismillaahirrohmaanirrohiim :

Sesungguhnya ketaatan kita tidak mendatangkan manfaat bagi ALLAH, juga kema'shiatan kitapun tidak mendatangkan kerugian sedikitpun bagiNYA. Sesungguhnya ALLAH memerintahkan berbuat taat dan melarang berbuat ma'shiat, karena setiap perbuatan kembalinya kepada kita jua.

ALLAH swt tidak merasa beruntung jika semua umat manusia mentaatiNYA, juga tak merasa rugi sedikitpun jika semua umat manusia berma'shiat terhadapNYA. ALLAH swt dengan sifat-sifat kesempurnaanNYA tidak bergantung kpd sesiapapun juga tak mengambil manfaat dari sesiapapun. ALLAHU AHAD (DIA maha tunggal),berdiri sendiri, tiada sesuatupun yang menyamaiNYA, ALLAHUSH-SHOMAD (ALLAH tempat bergantung semua makhluk) tempat menghambakan diri dan tempat memohon pertolongan (Iyya kana'budu wa iyya kanasta'iin).

ALLAH swt berfirman yang artinya : " Dan janganlah kamu memohon kepada selain ALLAH, sesuatu yang tidak memberi manfaat dan tidak mendatangkan bahaya. jika kalian berlaku demikian, maka kalian ternasuk orang2 yang zalim". (QS. Yunus 106)

juga dalam salah satu hadist rasul saw bersabda :" hai hamba2KU, seumpama manusia pertama yang hidup didunia ini hingga manusia yang paling akhir, bersamaan juga dengan para jin, kalian menyatakan ketaqwaan kepada ALLAH swt dengan sebaik2nya taqwa. Ataupun sebaliknya seluruh manusia dan jin di muka bumi ini melakukan kejahatan seburuk-buruknya, itu semua tidak akan pernah mengurangi kebesaran dan kekuasaan ALLAH sedikitpun, kecuali seperti susutnya air yang melekat pada jarum. Sesungguhnya amal perbuatanmu selalu dicatat dengan sempurna lalu dikembalikan lagi kepadamu. Oleh karena itu, sesiapa yang memperolehi kebaikan hendaklah berucap ALHAMDULILLAH, dan ditimpa kejahatan karena ulahnya sendiri janganlah ia mencaci maki kecuali pada dirinya sendiri."

Syaikh ahmad ath-tha`illah mengingatkan : "tidaklah bertambah kemuliaan ALLAH karena orang yang datang membawa ketaatan, dan tidak mengurangi kemuliaan ALLAH orang yang menjauhkan diri dan berpaling dari NYA.

ALLAH adalah zat yang bersifat maha mulia dan maha agung " ALLAH tidak berhajat kepada segala sesuatu yang selainNYA, dan WAJIB berhajat kepadaNYA segala sesuatu yang selainNYA".

"Tak ada yang memberi manfaat kecuali ALLAH yg memberi manfaat kepada segala sesuatu, dan tak ada yang memberi mudharat kecuali ALLAH yg memberi mudharat kepada segala sesuatu".

¯`♥´¯) .♥.•*¨`*♫ ✿ ܓ
*.¸.•´♥`ღ•ʚįɞ✿ღ`·.·´♥♥♥♥
●/
/▌
/ \ ✿♥♫♥♫♥♥♫♥♫♥J

beberapa kekeliruan di bulan ramadahan

Islam senantiasa mengumandangkan pentingnya ilmu sebagai landasan berucap dan beramal. Maka bisa dibayangkan, amal tanpa ilmu hanya akan berbuah penyimpangan. Kajian berikut berupaya menguraikan beberapa kesalahan berkait amalan di bulan Romadhon. Kesalahan yang dipaparkan di sini memang cukup ‘fatal’. Jika didiamkan terlebih ditumbuh suburkan, sangat mungkin akan mencabik-cabik kemurnian Islam, lebih-lebih jika kemudian disirami semangat fanatisme golongan.
Penggunaan Hisab Dalam Menentukan Awal Hijriyyah
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memberikan bimbingan dalam menentukan awal bulan Hijriyyah dalam hadits-haditsnya, di antaranya, yang berarti: “Dari Ibnu ‘Umar, bahwa Rasululloh Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan Romadhon, maka beliau mengatakan: ‘Janganlah kalian berpuasa sehingga kalian melihat hilal dan janganlah kalian berbuka (berhenti puasa dengan masuknya syawwal, -pent.) sehingga kalian melihatnya. Bila kalian tertutup oleh awan maka hitunglah’.” (HR: Al-Bukhari dan Muslim, Hadits Shohih)
Dan hadits yang semacam ini cukup banyak, baik dalam Shahih Al-Bukhari dan Muslim maupun yang lain. Kata-kata فَإِنْ غُمَّ عَلَيْكُمْ فَاقْدُرُوا لَهُ (Bila kalian tertutup oleh awan maka hitunglah) menurut mayoritas ulama bermadzhab Hanbali, ini dimaksudkan untuk membedakan antara kondisi cerah dengan berawan. Sehingga didasarkannya hukum pada penglihatan hilal adalah ketika cuaca cerah, adapun mendung maka memiliki hukum yang lain. Menurut jumhur (mayoritas) ulama, artinya: “Lihatlah awal bulan dan genapkanlah menjadi 30 (hari).”
Adapun yang menguatkan penafsiran semacam ini adalah riwayat lain yang menegaskan apa yang sesungguhnya dimaksud. Yaitu sabda Nabi yang telah lalu (maka sempurnakan jumlah menjadi 30) dan riwayat yang semakna. Yang paling utama untuk menafsirkan hadits adalah dengan hadits juga. Bahkan Ad-Daruquthni meriwayatkan (hadits) serta menshahihkannya, juga Ibnu Khuzaimah dalam Shahih-nya dari hadits Aisyah, yang artinya: “Dahulu Rasululloh sangat menjaga Sya’ban, tidak sebagaimana pada bulan lainnya. Kemudian beliau puasa karena ru`yah bulan Romadhon. Jika tertutup awan, beliau menghitung (menggenapkan) 30 hari untuk selanjutnya berpuasa.” (Dinukil dari Fathul Bari karya Ibnu Hajar)
Oleh karenanya, penggunaan hisab bertentangan dengan Sunnah Nabi dan bertolak belakang dengan kemudahan yang diberikan oleh Islam.

Sebuah pertanyaan diajukan kepada Al-Lajnah Ad-Da`imah atau Dewan Fatwa dan Riset Ilmiah Saudi Arabia: Apakah boleh bagi seorang muslim untuk mendasarkan penentuan awal dan akhir puasa pada hisab ilmu falak, ataukah harus dengan ru`yah (melihat) hilal?
Jawabannya: …Alloh Subhanahu wa Ta’ala tidak membebani kita dalam menentukan awal bulan Qomariyah dengan sesuatu yang hanya diketahui segelintir orang, yaitu ilmu perbintangan atau hisab falak.
Padahal nash-nash Al-Kitab dan As-Sunnah yang ada telah menjelaskan, yaitu menjadikan ru`yah hilal dan menyaksikannya sebagai tanda awal puasa kaum muslimin di bulan Romadhon dan berbuka dengan melihat hilal Syawwal. Demikian juga dalam menetapkan Iedul Adha dan hari Arafah. Alloh Subhanahu wa Ta’ala berfirman, yang artinya: “…Maka barangsiapa di antara kalian menyaksikan bulan hendaknya berpuasa.” (QS: Al-Baqarah: 185)
Dan Alloh Subhanahu wa Ta’ala berfirman, yang artinya: “Mereka bertanya tentang hilal-hilal. Katakanlah, itu adalah waktu-waktu untuk manusia dan untuk haji.” (QS: Al-Baqarah: 189)
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, yang artinya: “Jika kalian melihatnya, maka puasalah kalian. Jika kalian melihatnya maka berbukalah kalian. Namun jika kalian terhalangi awan, sempurnakanlah menjadi 30.”
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjadikan tetapnya (awal) puasa dengan melihat hilal bulan Ramadhan dan berbuka (mengakihiri Romadhon) dengan melihat hilal Syawwal. Sama sekali Nabi tidak mengaitkannya dengan hisab bintang-bintang dan orbitnya (termasuk rembulan, -pent.). Yang demikian ini diamalkan sejak zaman Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, para Khulafa` Ar-Rasyidin, empat imam, dan tiga kurun yang Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam persaksikan keutamaan dan kebaikannya.
Oleh karena itu, menetapkan bulan-bulan Qomariyyah dengan merujuk ilmu bintang dalam memulai awal dan akhir ibadah tanpa ru`yah adalah bid’ah, yang tidak mengandung kebaikan serta tidak ada landasannya dalam syariat….” (Fatwa ini ditandatangani oleh Asy-Syaikh Abdurrazzaq Afifi, Asy-Syaikh Abdullah bin Mani’, dan Asy-Syaikh Abdullah bin Ghudayyan. Lihat Fatawa Ramadhan, 1/61)
Asy-Syaikh Ibnu ‘Utsaimin rahimahullahu berkata: “Tentang hisab, tidak boleh beramal dengannya dan bersandar padanya.” (Fatawa Ramadhan, 1/62)
Tanya: Sebagian kaum muslimin di sejumlah negara, sengaja berpuasa tanpa menyandarkan pada ru`yah hilal dan merasa cukup dengan kalender. Apa hukumnya?
Asy-Syaikh Abdul ‘Aziz bin Baz menjawab: “Sesungguhnya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan kaum muslimin untuk (mereka berpuasa karena melihat hilal dan berbuka karena melihat hilal maka jika mereka tertutup olah awan hendaknya menyempurnakan jumlahnya menjadi 30) -Muttafaqun alaihi-
Dan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, yang artinya: “Kami adalah umat yang ummi, tidak menulis dan tidak menghitung. Bulan itu adalah demikian, demikian, dan demikian.” –beliau menggenggam ibu jarinya pada ketiga kalinya dan mengatakan–: “Bulan itu begini, begini, dan begini –serta mengisyaratkan dengan seluruh jemarinya–.”
Beliau maksudkan dengan itu bahwa bulan itu bisa 29 atau 30 (hari). Dan telah disebutkan pula dalam Shahih Al-Bukhari dari Abu Hurairah bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, yang artinya: “Puasalah kalian karena melihatnya dan berbukalah karena melihatnya. Jika kalian tertutupi awan hendaknya menyempurnakan Sya’ban menjadi 30 (hari).”
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda, yang artinya: “Jangan kalian berpuasa sehingga melihat hilal atau menyempurnakan jumlah. Dan jangan kalian berbuka sehingga melihat hilal atau menyempurnakan jumlah.”
Masih banyak hadits-hadits dalam bab ini. Semuanya menunjukkan wajibnya beramal dengan ru`yah, atau menggenapkannya jika tidak memungkinkan ru`yah. Ini sekaligus menjelaskan tidak bolehnya bertumpu pada hisab dalam masalah tersebut.
Ibnu Taimiyyah telah menyebutkan ijma’ para ulama tentang larangan bersandar pada hisab dalam menentukan hilal-hilal. Dan inilah yang benar, tidak diragukan lagi. Alloh Subhanahu wa Ta’ala-lah yang memberi taufiq. (Fatawa Shiyam, hal. 5-6)
Imsak sebelum Waktunya
Imsak artinya menahan. Yang dimaksud di sini adalah berhenti dari makan dan minum dan segala pembatal saat sahur. Kapankah sebetulnya disyariatkan berhenti, ketika adzan tanda masuknya subuh atau sebelumnya, yakni adzan pertama sebelum masuknya subuh? Karena dalam banyak hadits menunjukkan bahwa subuh memiliki dua adzan, beberapa saat sebelum masuk dan setelahnya.
Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullahu mengatakan: “Masalah ini, di mana banyak orang (meyakini) bahwa makan di malam hari pada saat puasa diharamkan sejak adzan pertama (yakni sebelum masuknya waktu subuh–Bila di masyarakat kita tandanya adalah dengan selain adzan, seperti sirine, petasan, atau yang lain yang tidak ada dasar syar’inya sama sekali), yang adzan ini mereka sebut dengan adzan imsak, tidak ada dasarnya dalam Al-Qur`an, As-Sunnah dan dalam satu madzhabpun dari madzhab para imam yang empat. Mereka semua justru sepakat bahwa adzan untuk imsak (menahan dari pembatal puasa) adalah adzan yang kedua yakni adzan yang dengannya masuk waktu subuh.
Dengan adzan inilah diharamkan makan dan minum serta melakukan segala hal yang membatalkan puasa. Adapun adzan pertama yang kemudian disebut adzan imsak, pengistilahan semacam ini bertentangan dengan dalil Al-Qur`an dan Hadits. Adapun Al-Qur`an, maka Robb kita berfirman –dan kalian telah dengar ayat tersebut berulang-ulang, , yang artinya: “Dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar.” (QS: Al-Baqarah: 187)
Ini merupakan nash yang tegas di mana Alloh Subhanahu wa Ta’ala membolehkan bagi orang-orang yang berpuasa yang bangun di malam hari untuk melakukan sahur. Artinya, Robb kita membolehkan untuk makan dan mengakhirkannya hingga ada adzan yang secara syar’i dijadikan pijakan untuk bersiap-siap karena masuk waktu fajar shadiq (yakni masuknya waktu subuh, -pent.). Demikian Robb kita menerangkan.
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menegaskan makna ayat yang jelas ini dengan hadits yang diriwayatkan Al-Bukhari dan Muslim bahwa Nabi mengatakan, yang artinya: “Janganlah kalian terkecoh oleh adzan Bilal, karena Bilal adzan di waktu malam.”
Dalam hadits yang lain selain riwayat Al-Bukhari dan Muslim: “Janganlah kalian terkecoh oleh adzan Bilal, karena Bilal adzan untuk membangunkan yang tidur dan untuk menunaikan sahur bagi yang sahur. Maka makan dan minumlah kalian hingga Ibnu Ummi Maktum melantunkan adzan….” (Fatawa Asy-Syaikh Al-Albani, hal. 344-345)
Ibnu Hajar (salah satu ulama besar madzhab Syafi’i) dalam Fathul Bari syarah Shahih Al-Bukhari (4/199) juga mengingkari perbuatan semacam ini. Bahkan beliau menganggapnya termasuk bid’ah yang mungkar. Oleh karenanya, wahai kaum muslimin, mari kita bersihkan amalan kita, selaraskan dengan ajaran Nabi kita, kapan lagi kita memulainya (jika tidak sekarang)? (Lihat pula Mu’jamul Bida’ hal. 57)
Di sisi lain, adapula yang melakukan sahur di tengah malam (praktek yang terjadi, kebanyakan muslimin sahur sekitar pukul 02.00-03.00 dini hari, red). Ini juga tidak sesuai dengan Sunnah Nabi, sekaligus bertentangan dengan maksud dari sahur itu sendiri yaitu untuk membantu orang yang berpuasa dalam menunaikannya. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, yang artinya: “Segeralah berbuka dan akhirkan sahur.” (Shahih, lihat Silsilah Al-Ahadits Ash-Shahihah, no. 1773)
Dari Abu ‘Athiyyah ia mengatakan: Aku katakan kepada ‘Aisyah: Ada dua orang di antara kami, salah satunya menyegerakan berbuka dan mengakhirkan sahur, sedangkan yang lain menunda berbuka dan mempercepat sahur. ‘Aisyah mengatakan: “Siapa yang menyegerakan berbuka dan mengakhirkan sahur?” Aku menjawab: “Abdullah bin Mas’ud.” ‘Aisyah lalu mengatakan: “Demikianlah dahulu Rasululloh Shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukannya.” (HR: At-Tirmidzi, Kitabush Shiyam Bab Ma Ja`a fi Ta’jilil Ifthar, 3/82, no. 702. Beliau menyatakan: “Hadits hasan shahih.”)
At-Tirmidzi mengatakan: Hadits Zaid bin Tsabit (tentang mengakhirkan sahur, -pent.) derajatnya hasan shahih. Asy-Syafi’i, Ahmad, dan Ishaq berpendapat dengannya. Mereka menyunnahkan untuk mengakhirkan sahur.” (Bab Ma Ja`a fi Ta`khiri Sahur)
Kesalahan Lainnya di Bulan Romadhon
yaitu “Mengakhirkan adzan Maghrib dengan alasan kehati-hatian/ihtiyath ” (Mu’jamul Bida’, hal. 268)
“Membunyikan meriam untuk memberitahukan masuknya waktu shalat, sahur, atau berbuka. Al-Imam Asy-Syathibi menganggapnya tidak ada dalam syariat Islam (bid’ah). “(Al-I’tisham, 2/103; Mu’jamul Bida’, hal. 268)
“Bersedekah atas nama roh dari orang yang telah meninggal pada bulan Rajab, Sya’ban, dan Romadhon.” (Ahkamul Jana`iz, hal. 257, Mu’jamul Bida’, hal. 269)
Dan masih banyak lagi kesalahan lain, yang InsyaAlloh akan dibahas pada kesempatan yang lain. Wallahu a’lam bish-shawab.

Selasa, 23 Agustus 2011

MENCARI MALAM 1000 BULAN....

Salah satu keistimewaan bulan Ramadhan adalah adanya satu malam yang lebih baik daripada 1000 bulan yaitu Lailatul Qadr. Apakah sebenarnya Lailatul Qadar ini? Kapankah datangnya? Apa tanda-tandanya? Mengapa orang mencarinya? Dan apa yang harus dilakukan ketika kita menemuinya?
Tulisan di bawah ini semoga bisa membantu dalam memahami lebih jauh tentang Lailatul Qadar dan bagaimana menyikapinya.

Pengertian Lailatul Qadr

Allah Ta ‘ala berfirman: “Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al-Qur’an) saat Lailatul Qadar (malam kemuliaan). Dan tahukah kamu apakah Lailatul Qadar itu? Lailatul qadar itu lebih baik dari seribu bulan. Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan. Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar. “ (Al-Qadr: 1-5)
Allah memberitahukan bahwa Dia menurunkan Al-Qur’an pada malam Lailatul Qadar, yaitu malam yang penuh keberkahan. ”Sesungguhnya Kami menurunkannya (alQur’an) pada suatu malam yang diberkahi.” (Ad-Dukhaan:3) Dan malam itu berada di bulan Ramadhan, sebagaimana firman Allah Ta ‘ala: ”Bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan Al- Qur’an. “ (Al-Baqarah: 185).
Ibnu Abbas -radhiallahu ‘anhu- berkata:
“Allah menurunkan Al-Qur’anul Karim keseluruhannya secara sekaligus dari Lauh Mahfuzh ke Baitul ‘Izzah (langit pertama) pada malam Lailatul Qadar. Kemudian diturunkan secara berangsurangsur kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sesuai dengan konteks berbagai peristiwa selama 23 tahun.”

Keistimewaannya

Malam itu dinamakan Lailatul Qadar karena keagungan nilainya dan keutamaannya di sisi Allah Ta ‘ala. Juga, karena pada saat itu ditentukan ajal, rizki, dan lainnya selama satu tahun, sebagaimana firman Allah: “Pada malam itu dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah.” (Ad-Dukhaan: 4)
Kemudian, Allah berfirman mengagungkan kedudukan Lailatul Qadar yang Dia khususkan untuk menurunkan Al-Qur’anul Karim: “Dan tahukah kamu apakah Lailatul Qadar itu?” Selanjutnya Allah menjelaskan nilai keutamaan Lailatul Qadar dengan firman-Nya: “Lailatul Qadar itu lebih baik dari pada seribu bulan.“
Beribadah di malam itu dengan ketaatan, shalat, tilawah, dzikir, do’a dsb sama dengan beribadah selama seribu bulan di waktu-waktu lain. Seribu bulan sama dengan 83 tahun 4 bulan.
Lalu Allah memberitahukan keutamaannya yang lain, juga berkahnya yang melimpah dengan banyaknya malaikat yang turun di malam itu, termasuk Jibril ‘alaihis salam. Mereka turun dengan membawa semua perkara, kebaikan maupun keburukan yang merupakan ketentuan dan takdir Allah. Mereka turun dengan perintah dari Allah. Selanjutnya, Allah menambahkan keutamaan malam tersebut dengan firman-Nya: “Malam itu (penuh) kesejahteraan hingga terbit fajar” (Al- Qadar: 5)
Maksudnya, malam itu adalah malam keselamatan dan kebaikan seluruhnya, tak sedikit pun ada kejelekan di dalamnya, sampai terbit fajar. Di malam itu, para malaikat -termasuk malaikat Jibril – mengucapkan salam kepada orang-orang beriman.
Dalam satu hadits shahih, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menyebutkan keutamaan melakukan qiyamul lail di malam tersebut. Beliau bersabda: “Barangsiapa melakukan shalat malam pada saat Lailatul Qadar karena iman dan mengharap pahala Allah, niscaya diampuni dosa-dosanya yang telah lalu. “ (Hadits Muttafaq ‘Alaih)
Adapun maksud qiyamul lail di dalamnya yaitu menghidupkan malam tersebut dengan shalat tarawih, sholat tahajjud, membaca Al-Qur’anul Karim, dzikir, do’a, istighfar dan taubat kepada Allah Ta ‘ala.

Waktu Terjadinya Lailatul Qadr

Tentang waktunya, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Carilah lailatul qadar pada sepuluh malam terakhir dari bulan Ramadhan.” (HR. Al-Bukhari, Muslim) Dan di kesempatan lain beliau bersabda: “Carilah Lailatul Qadar pada (bilangan) ganjil dari sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan.” (HR. Al-Bukhari, Muslim dan lainnya).
Yang dimaksud dengan malam-malam ganjil yaitu malam dua puluh satu, dua puluh tiga, dua puluh lima, dua puluh tujuh, dan malam dua puluh sembilan.
Lalu kapan tanggal pasti lailatul qadar terjadi? Ibnu Hajar Al Asqolani rahimahullah telah menyebutkan empat puluhan pendapat ulama dalam masalah ini. Namun pendapat yang paling kuat dari berbagai pendapat yang ada sebagaimana dikatakan oleh beliau adalah lailatul qadar itu terjadi pada malam ganjil dari sepuluh malam terakhir bulan Ramadhan dan waktunya berpindah-pindah dari tahun ke tahun (Fathul Bari, 4/262-266). Mungkin pada tahun tertentu terjadi pada malam kedua puluh tujuh atau mungkin juga pada tahun yang berikutnya terjadi pada malam kedua puluh lima, itu semua tergantung kehendak dan hikmah Allah Ta’ala. Wallahu a’lam.
Para ulama mengatakan bahwa hikmah Allah menyembunyikan pengetahuan tanggal pasti terjadinya lailatul qadar adalah agar orang bersemangat untuk mencarinya. Hal ini berbeda jika lailatul qadar sudah ditentukan tanggal pastinya, justru nanti malah orang-orang akan bermalas-malasan.

Doa Ketika Menjumpai Lailatul Qadar

”Katakan padaku wahai Rasulullah, apa pendapatmu, jika aku mengetahui suatu malam adalah lailatul qadar. Apa yang aku katakan di dalamnya?” Beliau menjawab,”Katakanlah: ‘Allahumma innaka ‘afuwwun tuhibbul ‘afwa fa’fu anni’ (Ya Allah sesungguhnya Engkau Maha Pemaaf yang menyukai permintaan maaf, maafkanlah aku).” (HR Tirmidzi, Ibnu Majah)

Tanda-tanda Lailatul Qadar

1. Udara dan angin sekitar terasa tenang. Sebagaimana dari Ibnu Abbas, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Lailatul qadar adalah malam yang penuh kemudahan dan kebaikan, tidak begitu panas, juga tidak begitu dingin, pada pagi hari matahari bersinar tidak begitu cerah dan  nampak kemerah-merahan.” (HR Al Baihaqi)
2. Malaikat turun dengan membawa ketenangan sehingga manusia merasakan ketenangan tersebut dan merasakan kelezatan dalam beribadah yang tidak didapatkan pada hari-hari yang lain.
3. Manusia dapat melihat malam ini dalam mimpinya sebagaimana terjadi pada sebagian sahabat.
4. Matahari akan terbit pada pagi harinya dalam keadaan jernih, tidak ada sinar [yang menyilaukan]. Dari Ubay bin Ka’ab, ia berkata, ““Malam itu adalah malam yang cerah yaitu malam ke dua puluh tujuh (dari bulan Ramadlan). Dan tanda-tandanya ialah, pada pagi harinya matahari terbit berwarna putih tanpa sinar yang menyorot.” (HR Muslim)

Bagaimana Menyikapi Lailatul Qadar?

Lailatul qadar adalah malam yang penuh berkah. Barangsiapa yang terluput dari lailatul qadar, maka dia telah terluput dari seluruh kebaikan. Sungguh merugi seseorang yang luput dari malam tersebut. Seharusnya setiap muslim mencamkan baik-baik sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
“Di bulan Ramadhan ini terdapat lailatul qadar yang lebih baik dari 1000 bulan. Barangsiapa diharamkan dari memperoleh kebaikan di dalamnya, maka dia akan luput dari seluruh kebaikan.” (HR. Ahmad 2/385)
Semoga bermanfaat.

Senin, 22 Agustus 2011

**BUKAN minal aidin wal faizin lowwww....***

Semoga bermanfaat! sebuah artikel yg insha Allah meluruskan kekeliruan tentang kebiasaan berjuta muslim di indonesia tentang ucapan di hari raya Idilfitri.

B U K A N Minal Aidin Wal Faizin;

oleh Nuruddin Al-Indunisy pada 04 September 2010 jam 18:47

Ucapkanlah Dengan Ilmu, mungkin itu yg ingin saya garis bawahi dalam penulisan notes kecil ini. ini juga bukan berarti ingin mengatakan saya berilmu, saya pun tau dari orang lain yg berilmu., semoga kita semua jadi berilmu.

Sebelum membahas Kata Minal Aidzin wal faidzin yang Lucu itu, mari kita perhatikan dalil dalil terkait yg membahasa tentang Ucapan Ini:

“Ucapan pada hari raya, di mana sebagian orang mengatakan kepada yang lain jika bertemu setelah shalat Ied : Taqabbalallahu minnaa wa minkum “Artinya : Semoga Allah menerima dari kami dan dari kalian”

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah [Majmu Al-Fatawa 24/253]

Jubair bin Nufair:

“Para sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bila bertemu pada hari raya, maka berkata sebagian mereka kepada yang lainnya : Taqabbalallahu minnaa wa minka (Semoga Allah menerima dari kami dan darimu)”.

Al Hafidh Ibnu Hajar dalam Fathul Bari [2/446] Dalam 'Al Mahamiliyat' dengan Isnad yang Hasan

Muhammad bin Ziyad berkata:

“Aku pernah bersama Abu Umamah Al Bahili dan selainnya dari kalangan sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Mereka bila kembali dari shalat Ied berkata sebagiannya kepada sebagian yang lain : 'Taqabbalallahu minnaa wa minka”

(Ibnu Qudamah dalam “Al-Mughni” (2/259)

IMAM AHMAD menyatakan bahwa ini adalah “Isnad hadits Abu Umamah yang Jayyid/Bagus. Beliau menambahkan :

“Aku tidak pernah memulai mengucapkan selamat kepada seorangpun, namun bila ada orang yang mendahuluiku mengucapkannya maka aku menjawabnya. Yang demikian itu karena menjawab ucapan selamat bukanlah sunnah yang diperintahkan dan tidak pula dilarang. Barangsiapa mengerjakannya maka baginya ada contoh dan siapa yang meninggalkannya baginya juga ada contoh, wallahu a’lam.”

[Al Jauharun Naqi 3/320. Suyuthi dalam 'Al-Hawi: (1/81) : Isnadnya hasan]

Nah, Sahabat. lalu kenapa Minal Aidzin Walfaidzin?

Dikalangan masyarakat dan media Televisi berjuta juta muslim di indonesia sering mendengar kata ini digandengkan dengan kata 'Mohon maaf lahir batin' sehingga kurang lebih Begini:

“MINALAIDIN WAL FAIZIN - MOHON MAAF LAHIR DAN BATIN”,

Seakan akan (mungkin yang mengucapkan) menganggap bahwa Minal Aidin Wal Faizin Ini berarti Mohon Maaf Lahir dan Batin..Benarkah begitu? Coba perhatikan dan analisa sendiri jika dua frase itu diartikan secara menyeluruh dalam bahasa indonesia yg benar:

“TERMASUK DARI ORANG ORANG YANG KEMBALI SEBAGAI ORANG YANG MENANG - Mohon maaf lahir dan Batin”.

Sepertinya rada ngawur (maaf), karena jika demikian artinya tidak Jelas. Do'a bukan (karena tidak lengkap).. dan Salam juga bukan :) karena lucu saat kita artikan dari bahasa Aslinya. Adapun menurut hemat saya, ya syah syah saja selama kita tidak tahu dan itu sebatas Ikut ikutan dan SERTA tidak meniatkan bahwa Mohon maaf Lahir dan Batin itu arti dari Minal Aidzin Walfaidzin

Coba lihat penerjemahan makna frase Minal Aidin Wal Faizin dalam bahasa Arab berikut:

Min, Artinya “termasuk”.

Al-aidin, Artinya”orang-orang yang kembali”

Wa, Artinya “dan”

Al-faidzin, Artinya “ menang”.

Jadi makna "Minal Aidin Wal Faizin" jika dipaksakan diterjemahkan kedalam kai'dah tatabahasa Arab - Indonesia yg benar adalah “Termasuk dari orang-orang yang kembali (dari perjuangan ramadhan) sebagai orang yang menang”.

Artinya mengambang bukan?

S O L U S I

Nah lalu apa Solusi dari kurangnya pemahaman bahasa diatas ?

Tentunya selain agar kita tidak ditertawain negeri tetangga, dan tidak malu maluin saat kita bertemu dengan orang orang berilmu, kita juga harus mengikuti Apa yg Rasul / Sahabat contohkan agar hal tersebut terhindar dari hal hal Bid'ah.

Nah lho? Kok bid'ah?

Jangan tersinggung dulu, untuk sahabat muslim yang alergi dengan kata BIDAH. mari perhatikan; dalam budaya Arab, ucapan yang disampaikan ketika menyambut hari Idul Fitri (yang mengikuti teladan nabi Muhammad Saw) adalah "Taqabbalallahu minna waminkum", Kemudian menurut riwayat ucapan nabi ini ditambahkan oleh orang-orang dekat jaman Nabi dengan kata-kata"Shiyamana wa Shiyamakum", yang artinya puasaku dan puasamu, sehingga kalimat lengkapnya menjadi "Taqabbalallahuminna wa minkum, Shiyamana wa Shiyamakum" (Semoga Alloh menerima amalan puasa saya dan Kamu).

Dari Riwayat tersebut Dan seperti keterangan keterangan yg dipaparkan yang benar adalah dari “Taqabbalallahu… sampai … shiyamakum”. tidak satupun menyatakan ada istilah Minal Aizin wal Faidzin. Atau Tanpa minal Aidin wal faidzin.

Jadi mengucapkan Minal Aidin wal Faizin, JIKA KITA mengucapkannya dengan niat ingin mencontoh kebiasaan Rosulullah/Ittiba’qauly, jatuhnya bisa menjadi Bid’ah, TAPI KALAU niatnya hanya untuk “Ingin mendoakan sesama Saudara seiman”, Insya Allah, tidak salah DAN Bahkan hal yang baik.

Adapun jika ingin menambahkan bisa saja ditambahkan diakhir kalimat, agar secara harfiyah aja serasi:

”Taqabbalallahu minna wa minkum, Shiyamana wa Shiyamakum. Ja’alanallaahu Minal Aidin wal Faizin”

Artinya, “Semoga Allah menerima amal-amal kami dan kamu, Puasa kami dan kamu. Dan semoga Allah menjadikan kami dan kamu termasuk dari orang-orang yang kembali (dari perjuangan Ramadhan) sebagai orang yang menang.”

Ja’alanallaahu : Berarti "Semoga Allah menjadikan kita".. sebagai tambahan untuk melengkapi, Minal Aidin wal Faizin yg mengambang tadi..

Sekedar tambahan, bagaimana jika kita ingin mengucapkan “mohon maaf lahir dan batin” dalam bahasa arab benar?

Salah satunya adalah “Asalukal afwan zahiran wa bathinan”.

Atau "Kullu aam wa antum bikhair", yang berarti semoga sepanjang tahun Anda dalam keadaan baik-baik “,

dan, sekali lagi Bukan Minal Aidin wal Faizin” karena kata ini bukan berarti Kalimat permintaan Maaf. Mungkin hanya sebuah do'a yg tidak Utuh.

Demikian, Mohon koreksinya jika ana salah.

Akhir kata. Dengan Ini saya pribadi,

Atas Nama Pena Nuruddin Al-Indunissy ingin mengucapkan,

”Taqabbalallahu minna wa minkum, shiyamana wa shiyamakum. Ja’alanallaahu minal aidin wal faizin”

“Semoga Allah menerima amal-amal kita, Dan semoga Allah menjadikan kita termasuk dari orang-orang yang kembali dari perjuangan Ramadhan sebagai orang yang menang.”

Dan mari kita memohon, kepada Dzat Allah Aza wajala; Semoga Kita dianugerahi untuk menikmati Ramadhan Tahun Tahun Berikutnya dengan Rizki dan Kebarokahannya,

Amiin

Sabtu, 06 Agustus 2011

*ღ☆ღ IBADAH WANITA HAID DI BULAN RAMADHAN

Banyak muslimah yg mengalami penurunan iman drastis setiap kali mengalami haid, ini dikarenakan salah persepsi atau keliru dlm menyikapi.
Faktor-faktor penyebabnya antara lain:

MINIMNYA ILMU
Minimnya pengetahuan muslimah terhadap jenis-jenis ibadah, terutama ibadah hati. ibadah jg sering dimaknai sempit, sebatas ibadah-ibadah khusus, sehingga wajar jika muslimah merasa kehilangan peluang beribadah ketika haid.

“sesungguhnya amal hati lebih agung & lebih berat dari pada amal jawarih (anggota badan)” (Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah)

JAUH DARI DZIKRULLAH
Sibuk dengan perkara yg mubah & lalai dengan dzikrullah juga menjadi tradisi muslimah saat haid.

“Dzikir bagi hati laksana air bagi ikan, maka bagaimana nasib ikan jika dikeluarkan dr air?” (Ibnu Taimiyah)

“perumpamaan org yg berdzikir kpd Allah dg yg tdk berdzikir itu sprt org yg hidup & yg mati” (HR. Bukhori)

SIBUK DENGA DOSA
Kemana lagi larinya nafsu ketika sepi dari dzikir & ketaatan. ia akan kembali pada kecenderungannya, kepada keburukan & dosa (ammaratun bis su’).

♥.¸¸.¤*¨*ღ☆ღ*♥♫•*¨*•♫♥.¸¸.​¤*¨*ღ.•*¨*•♫♥:♫*ღ☆ღ

AGAR KUAT IMAN SAAT DATANG BULAN
Hendaknya wanita menerima fitrah yg telah Allah tetapkan, tidak menyesali atau bersu’uzhan kpd Allah.

Meluruskan persepsi bahwa masa haid adalah masa libur wanita dari seluruh ibadah.

Menyibukkan diri dengan ketaatan.

Menjauhkan diri dari maksiat.

♥.¸¸.¤*¨*ღ☆ღ*♥♫•*¨*•♫♥.¸¸.​¤*¨*ღ.•*¨*•♫♥:♫*ღ☆ღ

AMALAN HATI PENYEJUK RUHANI
Menghadirkan keikhlasan, bahwa ketika dia meninggalkan shaum & shalat saat haid, ia tengah menjalankan ketaatan kpd Allah.

MURAQABATULLAH (MERASAKAN PENGAWASAN ALLAH). . “Tidakkah mereka mengetahui bahwa Allah mengetahui segala yg mereka sembunyikan & segala yg mereka lakukan dg terang²an?” (QS. Al-Baqarah:77)

MUHASABAH (INTROSPEKSI DIRI). “Hisablah dirimu (di dunia) sblm dirimu dihisab (di akhirat), berhiaslah dg amal utk menghasadi hisab yg besar, karena hisab akan diringankan pd hari kiamat bagi orang yg menghisab dirinya di dunia” (HR. At Tirmidzi)

MUJAHADAH (KESUNGGUHAN UNTUK MEMERANGI NAFSU). “Dan adapun orang² yg takut kpd kebesaran rabbnya & menahan diri dr keinginan hawa nafsunya, maka sesungguhnya surgalah tmpt tinggalnya” (QS. An Naziat:40-41)

♥.¸¸.¤*¨*ღ☆ღ*♥♫•*¨*•♫♥.¸¸.​¤*¨*ღ.•*¨*•♫♥:♫*ღ☆ღ

LARANGAN BAGI WANITA HAID

SHALAT. “Bukankah ketika wanita haid itu tdk shalat & tdk pula shaum?” (HR. Bukhori)

SHAUM. Shalat yg ditinggalkan selama haid tdk ada perintah untuk diqadha’, berbeda dg shaum yg hrs di qadha’ di hr lain. Aisyah berkata, “dahulu kami mengalaminya (haid), maka kami diperintahkan untuk mengqadha’ shaum, tp tdk diperintahkan utk mengqadha’ shalat” (HR. Bukhori)

THAWAF. “Lakukanlah apa yg dilakukan jamaah haji, hanya saja jangan melakukan thawaf di ka’bah sblm kamu suci” (HR. Bukhori)

I’TIKAF (BERDIAM DIRI DI MASJID). Namun tetap diperbolehkan untuk memasuki masjid jika ada ada keperluan yang tidak bisa ditinggalkan.

JIMA’ (SENGGAMA).

TALAK (CERAI)

MEMBACA AL-QUR’AN. Tentang membaca Al-Qur’an bagi wanita haid terjadi banyak perbedaan pendapat.adapun ttg membaca Al-Qur’an dg memegang mushhaf, kebanyakan ulama mengharamkannya.

Namun para ulama berbeda pendapat ttg hukum wanita haid membaca Al-Qur’an tanpa menyentuh mushhaf. Ada yang memperbolehkan membaca Al-Qur’an tanpa menyentuh mushfanya dan ada pula yang melarang mutlak membaca ayat2 yang terdapat di dalam Al-Qur’an.

♥.¸¸.¤*¨*ღ☆ღ*♥♫•*¨*•♫♥.¸¸.​¤*¨*ღ.•*¨*•♫♥:♫*ღ☆ღ

AMAL PILIHAN SAAT HAID DI BULAN RAMADHAN

1. Menjawab setiap adzan shalat fardhu
2. Mengingatkan anggota keluarga u/ beribada
3. Menyapkan makanan bagi anggota keluarga (Sahur & Berbuka)
4. Memperbanyaka dzikir di waktu pagi sampai malam
5. Menghidupkan sunnah & ketaatan
6. Tidur dan Beristirahat
7. Memulai segala sesuatu yg baik dari yg kanan
7. Taat pd orang tua & suami
8. Thalabul ilmi
9. Bersedekah
10.Menjauhi perkara sia² dan dosa
11. Mendengarkan ceramah
12. Mendengarkan murrottal

♥.¸¸.¤*¨*ღ☆ღ*♥♫•*¨*•♫♥.¸¸.​¤*¨*ღ.•*¨*•♫♥:♫*ღ☆ღ

SEORANG PEMUDA SELAMA 17 TAHUN ,TINGGAL DIKUBURAN

Pernahkah Anda mengetahui kisah ini?
Kisah seorang pemuda yang hidup selama 17 tahun dalam kuburan?
Anda mungkin mengira bahwa ia tinggal di daerah dekat kuburan.
Tidak! Dia tidak tinggal di daerah dekat kuburan, tapi ia tinggal di dalam kuburan itu sendiri.
Bagaimana kisahnya?
Anda mungkin tidak akan mempercayai kisah ini, karena pemuda ini lahir dari keluarga berada.
Ayah dan Ibunya orang yang terpandang dan memiliki kekayaan yang berlimpah.
Dalam pandangan masyarakat sekitar, kedua orang tua ini adalah orang tua yang sempurna,
namun orang hanya bisa menilai apa yang tampak.
Orang-orang tidak tahu bahwa kedua orang tua terpandang inilah yang memasukkan anaknya ke dalam kuburan,
dan menjalani hidup selama 17 tahun di dalam kuburan!
Setiap hari, sang anak makan, minum dan tidur di dalam kuburan, yang penuh kegelapan.
Sang Anak juga hanya bisa menjalani apa yang diberikan kedua orang tuanya, tanpa perlawanan.
Menjelang ulang tahun pemuda itu yang ke-17,
orang tuanya berjanji akan mengabulkan apa pun permintaan si pemuda sebagai hadiah ulang tahunnya.
Sang pemuda berpikir, inilah saatnya dia akan mengajukan permintaannya,
ia tidak ingin lagi tinggal di kuburan,
tapi apakah orang tuanya benar-benar akan mengabulkan permintaannya?
Hari itu pun tiba.
Sang pemuda berulang tahun yang ke-17.
Kedua orang tuanya datang menghampiri dan menanyakan hadiah apa yang ia inginkan.
Sang pemuda menjawab, “Ayah, Ibu… saya tidak meminta banyak, saya hanya minta satu hal.
”“Apa, Nak? katakanlah, Ayah dan Ibu pasti akan mengabulkan permintaanmu”
“Ayah dan Ibu berjanji?”
“Tentu, Nak. Ayah dan Ibu berjanji akan memenuhi permintaanmu, selama kami mampu.”
“Ayah… Ibu… saya tidak ingin tinggal lagi di kuburan”
“Apa? Apa maksud permintaanmu itu, Nak?”
“Ayah sudah berjanji akan mengabulkan permintaanku,
dan hanya itu permohonanku, Yah.”
“Iya, Nak. Ayah sudah berjanji… tapi… tapi… Ayah tidak mengerti, Nak.”
“Ayah, sudah 17 tahun saya tinggal di sini, tapi tidak seharipun saya mendengar Ayah atau Ibu membaca Alquran.
Sedangkan Rasululloh pernah mengatakan
bahwa rumah yang tidak pernah dibacakan Alquran di dalamnya adalah seperti kuburan.
Saya tidak ingin tinggal lagi di kuburan, Yah.”“
” Ayah dan Ibu sang pemuda terdiam.
“Ayah dan Ibu bahkan tidak pernah mengajariku bagaimana membaca Alquran.
Memang rumah ini mewah, besar dan orang-orang melihatnya sebagai istana.
Tapi mereka tidak tahu, bahwa di mata Rasululloh, rumah ini seperti kuburan.
Jika Ayah dan Ibu mau menepati janji mengabulkan permintaanku, tolong Yah..
Aku tidak ingin lagi tinggal di kuburan.
Ajarilah aku membaca Alquran, agar rumah ini bercahaya dengan cahaya Alquran.
”Renungan Di manakah kalian selama ini makan, minum, tidur dan menetap? di rumahkah? di kos kah? di kontrakan kah? atau kah di kuburan?
karena Rasulullah mengibaratkan rumah yang tidak pernah dibacakan Alquran di dalamnya,
seperti kuburan..
Jadi, di manakah sebenarnya kalian tinggal saat ini?
Jika menurut kalian, artikel ini bermanfaat.
Silakan di-share untuk teman Anda,
sahabat Anda, keluarga Anda, atau bahkan orang yang tidak Anda kenal sekalipun.
Jika mereka tergerak hatinya untuk menghidupkan Alquran di tempat tinggalnya setelah membaca artikel yang Anda share, maka semoga Anda juga mendapatkan balasan pahala yang berlimpah dari Allah Subhanahu wa taala.
Aamiin Yarobbal alaamiin ....... !!!!!